spot_imgspot_imgspot_img
Kamis, Februari 13, 2025
spot_imgspot_imgspot_img
BerandaSASTRACerpenIndonesiaku Kampung Lautan Susu (Part I)

Indonesiaku Kampung Lautan Susu (Part I)

 

Suara kicauan burung yang amat merdu menyambut pagiku. Seperti biasa aku bergegas untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah. Hari ini adalah hari Senin dan akan diadakan upacara seperti biasanya. Aku tidak boleh terlambat. Dengan sarapan singkong rebus dan teh hijau hangat, aku siap menempuh perjalanan sejauh dua kilometer dengan sepeda bututku menuju sekolahku di bawah bukit sana.

Aku mengambil sepedaku lalu kumasukkan sepasang sepatu hitam-yang mulai menipis di bagian alasnya-ke dalam keranjang berukuran persegi. Setelahnya,  kedua telapak kakiku mulai menyentuh pedal-pedal yang hanya tinggal besinya untuk kukayuh. Dengan menahan ngilu yang terasa menyengat karena bertemunya lapisan kulit epidermis dan besi, aku menembus jalanan setapak yang di selimuti pepohonan rimbun. Udara pagi yang terasa sejuk dan dingin perlahan menusuk kulitku dan menembus pori-pori yang terhalang baju putih tipis dan celana merah sebatas dengkul.

Jalanan setapak yang kulewati masih terlihat basah dan licin. Cahaya matahari tidak mampu menyentuhnya karena pepohonan yang ada di sekelilingku sangat rimbun. Bahkan, aku masih bisa melihat tetesan embun dari daun-daun yang menjulang ke arah jalanan. Aku sangat senang tinggal di kampungku yang asri dengan keindahan alamnya.

Kampungku terbagi menjadi dua kelompok penduduk. Ada penduduk yang tinggal di bukit dan ada yang tinggal di lembah. Sebagian besar memilih tinggal di lembah karena pembangunan di sana lebih maju. Ada sekolah dan puskesmas. Anak-anak di sana bersekolah semua sedangkan yang tinggal di bukit lebih memilihi ikut berladang bersama orang tuanya kecuali aku. Benar, hal itu karena orang tuaku memberi kebebasanku untuk memilih bersekolah atau ikut berladang. Jalan penghubung bukit-lembah melalui rute yang jauh dan sulit. Keduanya dipisahkan oleh persimpangan jalan. Di dekat persimpangan itu ada tanah lapang yang menjadi tempat berkumpul dua kelompok penduduk ketika ada sosialisasi dari kepala kampung. Dan dari situ juga, kami-penduduk bukit dan lembah- bisa melihat rumah-rumah kami yang berjajar abstrak di bukit maupun lembah.

Aku sudah melewati persimpangan. Kini, aku bersiap-siap menuruni jalanan menuju lembah. Jemariku menarik kuat satu-satunya rem yang terpasang di sebelah kiri setang sepedaku. Dalam hati aku berdo’a agar akulah satu-satunya penghuni di jalan ini. Dan beruntunglah aku, kali ini do’aku terkabulkan dan tidak terjadi kejadian seperti dua hari yang lalu dimana aku harus merelakan sepeda kesayanganku menabrak semak-semak berduri agar terhindar dari tabrakan maut antar-sepeda butut. Yang membedakan keduanya adalah sang pemilik sepeda itu anak kepala kampung sedangkan tuan sepedaku hanyalah anak penjual singkong. Tentu saja akulah yang harus mengalah agar tidak terusir dari tanah kelahiranku.

Matahari mulai menunjukkan kekuatannya. Dia seolah-olah tertantang dengan pepohonan di sekitarku. Lihatlah, jalan yang kulewati sekarang tak lagi licin hanya saja seluruh tubuhku mulai bergetar. Bagaimana tidak? Ada seseorang yang sengaja menanam batu-batu kecil di jalan setapak ini. Kurang kerjaan sekali. Seingatku jalanan ini masih seperti biasanya ketika aku pulang sekolah hari Sabtu. Dibandingkan saat ini, sungguh terasa sekali perbedaannya. Jalannya memang tidak licin lagi tapi bisa membahayakan nyawa orang lain.

Aku pun memutuskan untuk menghentikan kayuhanku. Kusandarkan sepedaku di bawah pohon yang sangat besar. Jika dibandingkan tubuhku maka aku bukanlah tandingannya. Bahkan, pohon ini bisa kujadikan tempat bersembunyi ketika aku bermain petakumpet.

Aku mulai menyingkirkan satu persatu batu-batu itu. Aku teringat kata-kata Pak Man-guru ngajiku-minggu lalu.

“Ada sebuah hadist yang artinya: ‘singkirkanlah gangguan dari jalan karena itu termasuk sedekah untukmu.’ Jadi, maksud dari hadist ini adalah jika kita melihat sesuatu yang mengganggu di jalan maka harus kita singkirkan agar tidak mengganggu orang yang lewat.”  

Itulah penjelasan Pak Man yang membuatku melakukan perbuatan saat ini. Anak penjual singkong sepertiku mana pernah punya uang saku lebih. Aku pun bersorak gembira dalam hati karena hari ini aku bisa bersedekah dengan kebaikan.

Ngooonng… ngoonng…

Tiba-tiba aku mendengar suara aneh yang tidak pernah kudengar sebelumnya. Dan lagi, aku dikejutkan dengan munculnya segerombol laki-laki dewasa keluar dari arah hutan dengan pakaian yang aneh: serba hitam serta membawa sesuatu yang ujungnya panjang seperti pedang namun bergerigi seperti gergaji di rumahku. Rasa penasaranku mengalahkan ketakutanku sehingga aku memilih untuk bersembunyi dibalik pohon besar tadi.

“Sudah kamu siapkan uangnya?”

“Tentu saja. Kupastikan kamu tidak akan kecewa. Kamu tau? Aku menemukan pohon-pohon yang sangat besar di sebuah desa terpencil. Penduduknya sangat miskin dan bodoh. Apalagi kepala kampungnya. Hahaha..”

“Pasti itu. Dalam beberapa bulan ke depan kupastikan semua pohon-pohon di sini akan kubabat habis. Kamu tau kan bagaimana hasil pekerjaanku selama ini?”

“Oke. Aku tunggu kabar baik darimu.”

Aku masih diam di tempatku menatap kepergian mereka. Pandanganku beralih ke tangan kananku yang masih menggenggam batu-batu kecil tadi. Dengan sejuta pertanyaan yang menumpuk di kepalaku, aku memutuskan melanjutkan perjalananku ke sekolah meskipun aku yakin sudah terlambat.

Indonesiaku Kampung Lautan Susu (Part II)

Indonesiaku Kampung Lautan Susu (Part II)

ayu astuti
Ayu Astuti
Mahasiswa Unhasy dan aktif di UKMP Moderat

201 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES

#KaryaSastra PJTD’24

#PojokSastra

Senpus #pojokSastra

Follow My

https://api.whatsapp.com/send/?phone=6285717777301

Baca Juga

Mengopotimalkan Media Sosial Untuk Meningkatan Personal Branding Anda

252
Apa aitu personal branding ? Menurut (Lair, Sullivan & Cheney, 2005:35), Personal branding adalah suatu proses pembentukan persepsi masyarakat terhadap diri seseorang yang dipandang sebagai...

Senin Puisi (SenPus)

7
DERAI Karya: Na’im Amanah   Daksaku bergetar melihatmu Bak kekasih merindukan dekapmu Kini kita memang sangatlah Aksa Bagaikan hidup di bumantara   Dekapmu terlalu sempurna Untuk aku yang hanya akara Kau  terlalu jauh Lalu kau...
Alasan Jombang Dikenal Sebagai Kiblat Warga Nahdliyin

Alasan Jombang Dikenal Sebagai Kiblat Warga Nahdliyin

9
Moderatpers.com – Meskipun secara resmi NU berdiri di Surabaya, namun hingga kini, kota yang dikenal sebagai kiblat Nahdlatul Ulama’ (NU) adalah Jombang. Tidak heran,...

Mengungkap Lengsernya Presiden Ke-4

0
Möderatpers.com- Kerja sama antara Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari (BEM Unhasy) dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Forum Unhasy Menulis (UKM FUM) berhasil mensukseskan acara...

Mahasiswa Prodi PGMI gelar Pentas Seni Tari dan Musik Part 2

191
Dalam rangka praktik Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah seni tari dan musik, mahasiswa semester 2 Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Universitas Hasyim...