spot_imgspot_imgspot_img
Sabtu, Juli 27, 2024
spot_imgspot_imgspot_img
BerandaSASTRACerpenSi Tuli di Mambulu

Si Tuli di Mambulu

Karya: Ratna Dea Febrianti

“Ahh … ini tidak mungkin!”

“Ada apa, Yah? Kenapa Ayah berteriak?” sahut seorang wanita berlari ke sumber suara.

“Istriku, maaf aku tidak bisa mempertahankan bisnis kita, maaf … maaf …” ucap pria paruh baya itu sambil menangis.

“Kenapa dengan bisnis kita, Yah? Ada apa?”

“Mereka semua telah habis dilahap si jago merah. Rumah beserta aset-aset terlanjur Ayah gunakan sebagai jaminan ke bank. Kita telah bangkrut … Bangkrut istriku,” lirih pria paruh baya itu. Mendengar semua itu sang istri seketika terduduk lemas.

Drtttt… drtttt … drtttt… drtttt…

Getaran ponsel pria paruh baya tiba-tiba berbunyi nyaring memenuhi ruangan yang mulanya sunyi. “Iya, halo?” Seketika raut wajah yang tadinya sedih kini semakin menjadi muram.

“Ayah, siapa yang telpon?” tanya sang istri.

“Devan … kecelakaan, bu.”

Baca Juga : Ayahku (Tidak) Kejam

Sang istri terkejut. “Ayah … bohong, `kan?” sambarnya dengan suara semakin melemah hingga ia kehilangan kesadarannya.

“Maafkan aku istriku, semua salahku,” batinnya sambil memindahkan tubuh istrinya ke dalam kamar. “Mbok… Mbok.. Mbok tolong urus istri saya dia pingsan, saya mau ke rumah sakit sebentar.”

“I-iya, pak. Iya, baik pak.”

Setibanya di rumah sakit, pria paruh baya langsung menuju ruang tunggu. Dia menunggu dengan cemas dan perasaan khawatir.

Krietttt …

Pintu UGD akhirnya terbuka setelah beberapa jam lamanya.

Pria paruh baya segera menghampiri pintu UGD yang terbuka dan menampilkan sosok pria paruh baya yang mengenakan pakaian medis. “Apakah anda ayah dari anak itu?”

“I-iya dok … saya ayahnya.”

“Baiklah, mari pak ikut ke ruangan saya, ada beberapa hal yang harus saya jelaskan.”

Setibanya mereka di ruangan dokter.

“Jadi, begini pak, kecelakaan ini membuat pasien kehilangan pendengarannya. Tapi bapak tidak perlu hawatir dia masih bisa mendengar jika menggunakan alat bantu.”

“Apa tidak ada cara lain dok, untuk mengembalikan pendengaran putraku?”

“Hanya itu pak yang dapat membantunya, berikut rekomendasi alat bantu pendengaran untuk putra bapak.”

“Baik dok, terimakasih”

Tiga tahun berlalu. Setelah semua aset keluarga itu disita bank, mereka  memutuskan untuk pindah ke desa kelahiran sang istri yang terletak di Mambulu, salah satu desa di provinsi Jawa Timur.

“Maafkan ayah hanya bisa membeli rumah sederhana ini untuk tempat tinggal sementara kita.”

“Tidak apa Yah, kita mulai lagi dari awal ya,” jawab sang istri dengan tulus.

Sang anak hanya tersenyum melihat gerak bibir kedua orang tuannya yang tengah berbincang itu. Karena uang yang mereka miliki tidak cukup untuk membeli alat bantu pendengar, akhirnya mereka memutuskan untuk mengajarkan putra mereka dialog melalui gerak-bibir. Devan yang memang terlahir cerdas, membuatnya tak butuh waktu lama untuk menguasainya.

Baca Juga : Indonesiaku Kampung Lautan Susu (Part I)

“Dev, besok kamu sudah bisa mulai sekolah kembali, ibu sudah daftarkan di SMA Cendikia.” Senyuman tulus ditampilkan Devan sebagai jawaban.

Pagi pun menjelang, Devan bersiap-siap. Setiap hari Devan berangkat ke sekolah ditemani oleh Bayu, anak dari majikan tempat ayahnya bekerja. Mereka pun menjadi akrab. Tak terasa waktu pun berlalu begitu cepat, kini mereka telah duduk dibangku kelas dua belas.

“Dev, setelah lulus loe mau daftar kerja dimana?”

“Dev, Devan! Loe denger gue kan? Upss… lupa loe kan gak bisa denger ya. Merepotkan aja temen gue satu ini masak iya setiap kali bicara sama lo harus dengan pelan-pelan biar bisa baca gerakan bibir-gue. Kadang gue itu najis tau loe liatin bibir gue. Ahhh …  sudahlah loe gak bakal dengar gue juga,” gerutu Bayu, alhasil Bayu pun menepuk bahu sahabatnya yang tengah serius membaca itu. Devan pun memandang orang yang tengah mengganggu waktunya itu.

“Dev, setelah lulus loe mau daftar kerja dimana?” tanya ulang Bayu.

Gue mau lanjut kuliah di Harvard University jurusan bisnis,” jawabnya lirih dengan senyuman penuh arti.

Wkwkwkwkwk … Dev, loe gak lagi ngelawak, `kan? Loe bercanda, `kan? Tau `kan gaji bokap loe yang kerja di rumah gue? Itu gak akan cukup, walaupun bokap loe kerja seumur hidup tetep gak akan cukup, Dev! Hahaha … terus dengan keadaan loe sekarang ini. Lucu banget deh temen gue satu ini, hahahahaha ….”

Baca Juga : Indonesiaku Kampung Lautan Susu (Part II)

Seketika itu ruang kelas yang tadinya sunyi menjadi penuh tawa akibat ucapan sahabat Devan itu.

“Udah t*li, anak buruh  pula, mau sok-sok-an kuliah diluar negeri. Cihhh.. gak tau malu banget!” sahut Dita, salah seorang teman sekelasnya sambil berjalan keluar kelas.

Mendengar hal itu, Bayu menatap tak suka. Meskipun terkadang dia sendiri suka mengolok-olok Devan namun tidak sampai mengatakan Devan t*li. Dia mengatakan hal tadi agar sahabatnya itu tidak bermimpi terlalu tinggi. Dia hanya tidak ingin sahabatnya kecewa karena tidak mampu meraihnya.

Devan yang tidak mendengar apapun hanya melihat sekilas teman-temannya itu dan tersenyum kepada mereka. Setelah itu ia pun kembali membaca buku dalam genggamannya yang sempat terjeda. Semenjak kejadian itu dia pun selalu menjadi olok-olokan teman-temannya di sekolah. Tak hanya teman bahkan beberapa guru dan tetangganya pun ikut mengolok-oloknya serta memandang rendah dirinya dan keluarganya.

Suatu hari Devan menemukan sebuah dompet yang terjatuh. Lalu ia membawa dompet tersebut pada orang bule yang terlihat kebingungan. Seolah-olah dia sedang mencari barangnya yang hilang.

“Excuse me, sir. Is this your wallet?” tanya Devan kemudian.

“Yes right, where your find him?”

Tak ada jawaban yang didapat bule itu. Devan malah mengulurkan dompet itu.

“What`s your name?” Lagi-lagi orang bule itu kembali bertanya namun tidak mendapatkan jawaban juga.

“See you, sir,” pungkas Devan sambil berlalu meninggalkan orang bule itu.

Weird kid!” Bule itu pun melanjutkan perjalanannya yang tertunda.

Hari senin pun tiba. Upacara bendera digelar seperti halnya sekolah-sekolah lainnya. Hingga tiba di mana pengumuman mengenai program pertukaran guru yang setiap 2 tahun sekali dilakukan oleh sekolah.

“Hello everyone my name is Mr. Marchel, l am  from America. I will be teaching English here. Nice to meet you.”

Semua murid kompak menjawab. “Nice to meet you too.”

“Baik murid-murid, semua tadi perkenalan singkat dari Mr. Marchel. Beliau berasal dari Amerika. Di sana beliau mengajar Bahasa Indonesia tapi di sini beliau akan mengajar Bahasa Inggris. Baik cukup sekian pengumuman kali ini. Barisan dibubarkan dan untuk semuanya kembali ke kelas masing-masing.”

Brakk

Devan yang ingin kembali ke kelas tak sengaja menabrak Mr. Marchel yang tengah berjalan ke ruang kelas 11.

“Saya minta maaf pak, saya bener-bener tidak lihat.”

“Tak apa, lain kali hati-hati, ya.”

Sementara itu, bu Wati yang mendengar kegaduhan langsung menuju sumber suara.

“Astaga! Ada apa ini, pak Marchel? Lagi-lagi ulah kamu, Devan! Dasar anak t*li bikin ulah mulu,” cerocos bu Wati pada Devan yang hanya diam bak patung hidup.

“Sudah bu, saya tak apa. Kamu bisa kembali ke kelas nak.”

Devan pun kembali ke kelasnya.

“Tunggu! Bukannya guru tadi bilang dia t*li, pantas saja waktu itu aku bertanya dia diam saja,” batin Mr. Marchel.

Waktu kelulusan pun tiba, semua siswa kelas 12 di SMA Cendikia mengenakan pakaian toga dengan ditemani orang tuannya masing-masing.

“Berikut nama-nama siswa berprestasi tahun ajaran 2017 di SMA Cendikia. Dan penghargaan tersebut jatuh kepada Devan Putra Pratama, Nabila Dwi Wulandari, dan Radefa Alexandra. Untuk nama-nama yang saya sebutkan dimohon naik ke ataa panggung.”

Tak disangka hadiah yang diberikan kepada Devan tidak hanya uang dan piala namun juga alat bantu pendengaran sebagai salam perpisahan khusus dari Mr. Marchel.

Suara tepuk tangan menggema di aula serta ucapan haru dan bangga kedua orang tua Devan pada putra semata wayangnya itu diiringi air mata bahagia.

Dua tahun berlalu Devan menunggu pengumuman penerimaan mahasiswa baru di Amerika. Dia menunggu kabar baik, namun tak kunjung ia dapatkan. Sudah dua kali ini dia gagal masuk ke sana namun ia tak pernah menyerah. Walaupun setiap kegagalannya itu semakin hari semakin menambah daftar orang yang meremehkan dan menertawakannya namun ia tetap tidak menyerah. Alhasil tepat yang ketiga kalinya ia pun akhirnya berhasil bahkan tak hanya masuk sebagai mahasiswa baru ia juga mendapat kesempatan untuk menerima beasiswa dari Amerika.

“Ayah.. ibu… Devan diterima di Harvard University jurusan bisnis dengan beasiswa penuh. Lihat saja Devan akan jadi pengusaha yang sukses.”

“Benarkah, nak? Alhamdulillah,” jawab orang tua Devan bersamaan. Mereka pun memeluk anaknya bergantian.

 

Jombang, 5 November 2021

Editor: Fira Kumala Devi

106 KOMENTAR

  1. After I initially left a comment I appear to have clicked on the -Notify me when new comments are added- checkbox and from now on whenever a comment is added I recieve 4 emails with the exact same comment. There has to be an easy method you are able to remove me from that service? Appreciate it.

  2. Oh my goodness! Impressive article dude! Thank you so much, However I am having troubles with your RSS. I don’t understand the reason why I can’t subscribe to it. Is there anyone else getting similar RSS problems? Anybody who knows the answer will you kindly respond? Thanx.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES

Senpus #pojokSastra

Senpus #PojokSastra

Senpus#pojokSastra

Follow My

https://api.whatsapp.com/send/?phone=6285717777301

Baca Juga

Foto : Seminar Nasional Dies Natalis IV FAI

Dalam Rangka Dies Natalis ke IV, BEM FAI Gelar Seminar Nasional

0
Moderatpers.com - Dalam rangka dies natalis Fakultas Agama Islam yang ke-4. Kamis, 1 Juni 2022. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Agama Islam (BEM FAI) UNHASY...

Review Buku genre Demokrasi

0
Judul: Laut berceritaPenulis: Laela S.chudoriPenerbit: kepustakaan populer GramediaTerbit: Oktober 2017Tebal: 379 halaman Leila Salikha Chudori adalah penulis berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa cerita...

7 Hikmah Peristiwa Isra’ Mi’raj

4
Moderatpers - Peristiwa Isra' Mi'raj merupakan salah satu bagian dari sejarah besar umat Islam, karena menjadi awal mula disyariatkannya shalat lima waktu. Peristiwa ini...

Karya Sastra PJTD 2023

3
  "Jangan biarkan opini orang lain menenggelamkan suara dari dalam diri Anda" -Steve Jobs. Kemungkinan Karya: Olivia Andi Calista Mungkin, Tuhan memahamimu tanpa kemungkinan Manusia bermungkin-mungkin Meski gemuruh badai, mereka mencari...

BEM FIP Gelar Yasin & Tahlil Virtual Untuk Memperingati 1 Tahun Wafatnya Sang Rektor

28
LPM FUM - Rabu, (2/2), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Hasyim Asy’ari (BEM FIP UNHASY), mengadakan acara Yasin dan Tahlil untuk memperingati...