spot_imgspot_imgspot_img
Sabtu, Juli 27, 2024
spot_imgspot_imgspot_img
BerandaUNEK-UNEKArtikelMelawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part II)

Melawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part II)

Melawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part I)

Moderatpers.com – Masih berkelut dengan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di bulan September masa lalu, rasanya tak ada hentinya untuk dibahas satu per satu. Namun, melanjutkan tulisan yang kemarin, pada poin ketiga dari peristiwa pembunuhan Munir dan peristiwa Tanjung Priok, maka kali ini, redaksi UKMP Moderat membahas persoalan pembunuhan pendeta Yeremia, dan Tragedi Semanggi II.

 

 

  1. Pembunuhan Pendeta Yeremia

Pada Sabtu, 19 September 2020 lalu, sekitar pukul 17.20 WIT, Pendeta Yeremia Zanambani, tertembak di Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Hanya itu yang disepakati pihak TNI dan kelompok saparatis bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Selebihnya adalah klaim yang dilansir masing-masing pihak. Masing-masing lepas tangan atas penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa Pendeta Yeremia tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi kemudian jadi kabur.

 

Dikutip dari Republika.co.id, pihaknya menghubungi Yones Douw seorang aktivis yang mengumpulkan jejak peristiwa tersebut. Yang ia sampaikan lebih terperinci, sekaligus menampilkan wajah konflik yang selama ini luput dari sorotan pusat.

 

Yeremia, menurut Yones, adalah seorang pria berusia 68 tahun dan sudah berkeluarga. Ia memangku sejumlah jabatan di kampungnya. Antara lain pendeta Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), wakil ketua Klasis Hitadipa, kepala Sekolah Theologia Atas ( STA ) Hitadipa, dan penterjemah Alkitab bahasa Moni di Hitadipa. Moni adalah suku asal Yeremia.

 

Yang menimpa Yeremia, kata Yones, berawal pada 14 September lalu, pukul 11.00 WIT. Kala itu, TPNPB di bawah komando Karel Tipagau melalukan penyerangan di Kampung Mamba, Distrik Sugapa. Pengojek dan anggota TNI terbunuh dalam penyerangan itu, sementara lainnya mengalami luka-luka dan di evakuasi di Timika.

 

Pada 17 Sepetember 2020 pukul 10.30 WIT,  pasukan yang dipimpin Karel Tipagau kembali membacok sampai mati seorang  pengojek. Pihak TPNPB mengklaim pengojek tersebut merupakan informan TNI-Polri Bilogai Kumbalagupa, Distrik Sugapa.

 

Atas serangan beruntun itu, pada 18 Sepetember 2020  pukul 6.00 WIT, TNI beberapa kali menerjunkan pasukan dengan dua helikopter di Hitadipa dan Sugapa melalui Bandara  Enarotali Papua.

 

Kemudian, pada 19 September 2020, pukul 13.17 WIT, bertempat Hitadipa terjadi Kontak tembak antara Satgas BKO Apter Koramil Persiapan Hitadipa dengan TPNPB. Pratu Dwi Akbar Utomo (Yonif 711/RKS/Brigif 22/OTA, DAM XIII/MDK) dan senjatanya di bawah lari TPNPB. Sejumlah pasukan juga terluka dan dievakuasi ke Nabire .

 

Selepas itu, menurut Yones, pada 15.20 WIT, pihak TNI POLRI menghimbau kepada kepada  TPNPB dan masyarakat asli papua di Hitadipa dan Homeo segera mengembalikan dua pucuk senjata yang di rampas dengan ancaman operasi Penyisiran.

 

Korban penembakan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) ditandu menaiki pesawat saat evakuasi di Intan Jaya, Papua, Senin (14/9/2020). Dua tukang ojek ditembak oleh KKB di Sugapa, Kabupaten Intan Jaya dan saat ini telah dibawa ke Timika untuk menjalani perawatan.

 

Pada waktu-waktu itu, sekitar pukul 17.20 WIT, menurut Yones, Pendeta Yeremia Zanambani bersama istrinya  pergi ke peternakan babi tak jauh dari kediaman mereka untuk memberi makan. “Setelah itu istrinya mengajak  Pendeta Yeremia untuk pulang ke rumah. Namun, Pendeta Yeremia mengatakan saya  masih menunggu babi  ini selesai makan dulu.  Pendeta bilang sama istrinya ‘Mama  pulang dulu’, sehingga istrinya mulai pulang ke rumah duluan,” tutur Yones kepada Republika.co.id, Senin (21/9/2020).

 

Sewaktu berjalan pulang, sang istri sempat bersirobok dengan sejumlah prajurit TNI menuju lokasi suaminya. Pendeta Yeremia tak pernah kembali ke rumahnya setelah itu. Keesokan harinya, pada 20 September 2020, pukul 7.30 WIT, keluarga yang kebingungan karena Yeremia tak kunjung pulang menyusul ke kandang. “ Keluarga korban mendapatinya dalam kondisi tidak bernyawa dan berlumuran darah. Setelah itu keluarga korban bawa mayatnya ke Hitadipa untuk di makamkan jenazahnya,” ujar Yones. Warga melaporkan ada luka tikam dan bekas tembakan di tubuh Yeremia.

 

Akibat kejadian tersebut, warga di Distrik Hitadipa saat ini hidup dalam ketakutan. “Selesai pemakaman Pendeta Yerimia, para mama-mama dan masyarakat yang sisa akan mengungsi ke Sugapa. Sebagaian besar masyarakat sudah mengungsing di daerah-daerah yang sekitarnya yang di anggap aman,” kata Yones.

 

Ia menurutkan, ada kesaksian dari warga setempat bahwa Pendeta Yeremia sempat ditemui pasukan TNI sebelum ditemukan meninggal pagi harinya. “TNI melihat pendeta lagi tunggu babi lagi makan, TNI  tidak tanya-tanya langsung ditikam dengan alat tajam. Sesudah itu Pendeta Yeremia ditembak,” kata Yones.

 

Menurutnya, warga juga mengklaim bahwa Pendeta Yeremia sama sekali tak terkait dengan penyerangan yang dilakukan separatis bersenjata. “Dia bukan pengacau, bukan juga pembunuh TNI  dan bukan mengambil senjata milik TNI,” ujar Ketua Departemen Keadilan dan Perdamaian Gereja Kingmi tersebut.

 

Sebelumnya, Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kapen Kogabwilhan) III, Kol Czi IGN Suriastawa, mengatakan, Pendeta Yeremia meninggal dunia karena serangan yang dilakukan oleh kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). “Kejadian ini menambah daftar panjang korban keganasan KKSB Papua yang sedang mencari perhatian menjelang Sidang Umum PBB tanggal 22-29 September mendatang,” ujar Suriastawa dalam keterangan pers, Senin (21/9).

 

Karena itu, rangkaian kejadian beberapa waktu terakhir ia sebut sebagai rekayasa yang dilakukan KKSB untuk kemudian diputarbalikkan bahwa TNI menembak pendeta. “Harapan mereka, kejadian ini jadi bahan di Sidang Umum PBB. Saya tegaskan, bahwa ini semua fitnah keji dari KKSB,” tutur dia.

 

Komadan  Operasi umum Militer TPNPB se Tanah Papua Mayor Jenderal Lekagak Telenggen sebelumnya memang menuding TNI melakukan pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia. Tak hanya itu, pembunuhan, menurutnya dilakukan di depan “puluhan warga”. Klaim itu tak benar, merujuk penelusuran Yones Douw.

 

Apapun yang sebenarnya terjadi, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom, menyatakan mengecam keras penembakan yang menewaskan Pendeta Yeremia. Menurut Gomar, Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI tengah mendalami kejadian tersebut.

 

“Berdasarkan laporan dari pimpinan GKII serta media Papua, diduga ditembak oleh pasukan TNI dalam suatu operasi militer, Sabtu (19/9) saat beliau hendak ke kandang babinya,” ujar Gomar saat dikonfirmasi, Senin (21/9).

 

Sementara itu, dia juga mendapat informasi dari media massa yang memberitakan hal itu adalah ulah KKSB. Kejadian itu, kata dia, selain menyebabkan duka mendalam, juga membuat tujuh hingga delapan jemaat lokal kini kosong karena semua ketakutan dan lari ke hutan.

 

Ia menuntut Presiden Joko Widodo memerintahkan kapolri mengusut kasus ini sampai tuntas dan membawanya ke ranah hukum. “Satu nyawa orang Papua pun sangat berharga seturut dengan amanat konstitusi RI, terlebih di hadapan Tuhan,” ungkap Gomar.

 

 

  1. Peristiwa 24 September 1999, Terjadinya Tragedi Semanggi Jilid II

Jika kita menilik sejarah, pada 24 September 1999 silam. Untuk yang kesekian kalinya, tentara melakukan tindak kekerasan kepada mahasiswa dalam menghentikan penolakan sikap mahasiswa terhadap pemerintahan.

 

Lokasi penembakan mahasiswa pun di tempat yang sangat strategis yang dapat dipantau oleh banyak orang awam yaitu di bawah jembatan Semanggi, depan kampus Universitas Atma Jaya Jakarta, dekat pusat sentra bisnis nasional maupun internasional.

 

Kala itu, adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan dan mahasiswa sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer.

 

Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB, karena ini menentang tuntutan mereka untuk menghilangkan dwifungsi ABRI/TNI. Karena hanya dengan berdemonstrasi, mereka yang mau mensahkan Undang-Undang tersebut baru berfikir, sebab tampaknya mereka sudah tak punya hati nurani lagi dan entah bagaimana membuat mereka peduli dengan bangsanya dari pada peduli terhadap perut buncit mereka itu yang duduk di kursi parlemen menggunakan logo Pancasila dengan bangganya di jas mereka.

 

Malang nasib mahasiswa yang selalu harus berkorban, kali ini dua nyawa melayang, termasuk mahasiswa Universitas Indonesia harus kehilangan seorang pejuang demokrasi mereka, Yun Hap. Sungguh pedih bagi mereka yang terus mengikuti perjuangan mahasiswa karena ketika setiap kali mereka berjuang mereka harus mengorbankan jiwa mereka demi tegaknya demokrasi di Indonesia.

 

Nantikan kelanjutan sejarah “September Penuh Darah” pada artikel selanjutnya yang akan dimuat oleh UKMP Moderat pada website yang sama di Moderatpers.com. Mari, menjadi bangsa yang kompeten dengan tidak melupakan sejarah bangsanya, serta memahami dan terus berfikir kritis untuk Indonesia yang lebih baik.

Dikutip dari berbagai sumber

 

 

Penulis : Lilik Faizah

Editor : Rokhimatul Inayah

 

Melawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part III)

 

 

Avatar photo
Lilik Faizah
Mahasiswa PBSI Unhasy dan Aktif di UKMP Moderat Unhasy

2 KOMENTAR

  1. You could certainly see your expertise in the paintings you write. The sector hopes for more passionate writers such as you who aren’t afraid to say how they believe. All the time follow your heart. “Until you walk a mile in another man’s moccasins you can’t imagine the smell.” by Robert Byrne.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES

Follow My

https://api.whatsapp.com/send/?phone=6285717777301

Baca Juga

Ecobrick, Cara Efektif Mengelola Sampah Plastik

Ecobrick, Cara Efektif Mengelola Sampah Plastik

47
Moderatpers.com - Jumlah sampah plastik di Indonesia semakin tahun terus menambah, dan menjadi momok permasalahan yang kian menjarah. Masyarakat membuang sampahnya kemana-mana, baik di...

Warga Memelihara Makam Mbah Ronggot, Sebagai Bentuk Rasa Terima Kasih Atas Jasanya Semasa Hidup

49
Moderatpers.com– Di Dusun Tebon, Desa Kayangan, Kecamatan Diwek, Kabupatan Jombang, sebuah makam terlihat masih dirawat dengan baik oleh warganya. Hal tersebut dilakukan oleh masyarakat...

Terasastra #Bebas-2

106
 "If you want to find happiness, find gratitude." Sisi Lain Oleh: Mohammad Ilyas Masihkah kamu kecewa? Masihkah kamu menganggap tuhan tak berpihak padamu? Masihkah kamu berpikir semesta tak mendukungmu Bukankah...

Peringatan Hari Pasar Modal, UNHASY Mengajak Masyarakat Mengenal Pasar Modal Lewat Galeri Investasi Bursa...

9
Möderatpers.com- Kamis, (03/06) peringatan hari Pasar Modal Indonesia memasuki tahun ke 69. Pada tanggal 3 Juni 1952, saat itulah awal mula hari Pasar...

Siap Laksanakan AMSP, FAI UNHASY Gelar Workshop Program Mengajar

38
Moderatpers - Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Hasyim Asy'ari (UNHASY) gelar acara workshop program mengajar di aula gedung A UNHASY pada Sabtu (24/09). Kegiatan...