spot_imgspot_imgspot_img
Sabtu, Juli 27, 2024
spot_imgspot_imgspot_img
BerandaUNEK-UNEKOpiniKITA BUKAN MANUSIA NY(S)AMPAH

KITA BUKAN MANUSIA NY(S)AMPAH

moderatpers – Hari-hari ini jika kita belanja ke beberapa supermarket atau toko ritel lainnya tidaklah menyediakan kantong plastik, dan kita disarankan membawa kantong belanja sendiri yang tidak sekali pakai-buang. Ini menjadi salah satu upaya “berdiet” plastik, sebab sampah plastik sampai hari ini sangat mengkhawatirkan.

Tahun 2021, sebuah laporan yang diterbitkan oleh Our World in Data, sebuah proyek yang dipimpin oleh University of Oxford, menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara penghasil sampah plastik tertinggi di dunia setelah Tiongkok. Sumber data lainnya adalah laporan yang diterbitkan oleh Break Free From Plastic, sebuah koalisi global yang fokus pada masalah polusi plastik. Dalam laporan terbarunya pada tahun 2020, Indonesia juga menempati peringkat kedua setelah Amerika Serikat.

Jika kita flashback, masih diingat tragedi Leuwigajah tahun 2005, dimana gunungan sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi longsor mengubur sebanyak 143 orang. Selanjutnya tahun 2018 ditemukan seekor ikan Paus mati di Wakatobi, Sulawesi Tenggara dengan perut berisi 5,9 kilogram sampah yang didominasi sampah plastik. Sampai hari ini problem plastik juga belum menemukan solusi pemecahan yang signifikan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis data sampah sisa makanan pada tahun 2022 meningkat dibandingkan tahun 2021, dari 29,1% menjadi 41,8% dari total sampah keseluruhan yang ada di Indonesia.

Catatan tersebut menegaskan memang banyak dijumpai sampah di sekitar kita yang didominasi oleh plastik. Mulai dari bungkus jajanan, bungkus makanan, kantong belanjaan dan lain sebagainya. Peredarannya setara dengan peredaran konsumsi manusia di setiap harinya, dari konsumsi food sampai fashion.

Jika direfleksikan lebih dalam, sampah-sampah tersebut mau tidak mau adalah cerminan dari aktivitas konsumsi kita. Bisa jadi semakin tinggi tingkat konsumsi, semakin tinggi pula sampah disisakan. Sebab, aktivitas konsumsi tersebut tidak dibarengi dengan cara memperlakukan sampah dengan tepat dan bijak.

Problem Modernisasi

Sampah adalah fenomena modernisasi. Mengapa demikian? Karena modernisasi  mendorong peningkatan produksi yang secara tidak langsung menggenjot konsumsi untuk menghabiskan produk-produk yang dihasilkan. Alhasil, konsumsi yang dilakukan semakin meningkat dan sayangnya tidak dibarengi dengan mekanisme cara menghabiskan sisa sampahnya, sehingga menyisakan sampah-sampah tersebut. Jika kita lihat ke belakang, cara hidup tradisional dulu menggunakan kemasan/bungkus yang tidak mencemari alam. Misalnya, penggunaan daun sebagai bungkus, kayu dan bahan alami lainnya sebagai pengemas yang ketika menjadi sampah mampu terurai oleh alam. Sehingga, problem sampah dengan sendirinya teratasi.

Berbeda dengan plastik yang dibuat untuk mempermudah kebutuhan manusia modern, justru menyisakan problema, karena plastik sendiri membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa terurai menjadi partikel kecil. Itulah mengapa, plastik memang bermanfaat, akan tetapi jika tidak dikelola atau tidak bijak dalam penggunaannya akan berubah menjadi masalah.

Atasi dari Akarnya

Penanganan sampah secara signifikan berkaitan dengan cara pandang terhadap sampah. Selama ini penanganan sampah hanya pada tujuan kebersihan saja, yaitu membuang sampah pada tempatnya. Jika demikian, maka langkah tersebut menunjukkan penanganan pada muaranya saja bukan pada akarnya. Selain itu, ketika membuang sampah ke tempat sampah dan mencukupkan sampai di situ, sebenarnya kita sedang mengalihkan persoalan kita kepada orang atau pihak lain. Kita tidak benar-benar menyelesaikan sampah tersebut, akan tetapi mengalihkan saja. Misalnya, ketika kita usai makan jajanan, kita membuang bungkus sampahnya ke tempat sampah. Itu artinya kita melimpahkan persoalan sampah kita pada tukang sampah yang bertugas membuang sampah pada pembuangan sampah besar yang artinya juga berarti melimpahkan sampah ke penanggungjawab pembuatan sampah besar, dan terakhir menumpuk di TPA. Sampai di situ sampah tidak benar-benar teratasi. Itulah mengapa, cara kita menangani sampah masih pada tingkat muara belum pada akar. Nyatanya, alih-alih bisa menangani sampah, kita malah menambah beban persoalan.

Tindakan semacam itu juga dikarenakan sikap dan mindset instan. Dengan tujuan praktis dan cepat, maka usai konsumsi kita membuang sampah pada tempatnya. Tidak lagi terpikir lebih lanjut kemana sampah itu akan bermuara.

Oleh karena itu, penyelesaian sampah harus berangkat dari akarnya bukan pada muaranya. Akar penyelesaian sampah adalah pada cara pandang kita terhadap sampah. Cara pandang inilah akar dari persoalan sampah. Sampah menjadi sampah ketika dipandang dan dinilai tidak berdaya atau tidak memiliki nilai guna. Maka, bungkus jajanan akan dibuang ke tong sampah usai habis isi-makanannya. Plastik belanjaan akan dibuang ke sampah usai diambil isi-belanjaannya. Karena dianggap sampah. Maka pada saat itu kita sedang nyampah. Tetapi akan berbeda, jika kita menganggapnya sebagai barang berdaya guna. Maka, bungkus jajanan bisa diolah kembali sesuai dengan kreativitas kita. Yang selama ini bungkus jajanan atau produk rumah tangga diolah menjadi hiasan atau kantong plastik bisa disimpan untuk digunakan kembali. Sehingga, tidak perlu meminta kantong plastik lagi ketika belanja.

Itulah mengapa perlakuan terhadap sampah adalah cerminan ego diri. Tidak terselesaikannya problem sampah adalah bukti ego manusia yang tidak lagi sanggup mendahulukan kepentingan bersama. Akan tetapi, mendahulukan kepentingan diri sendiri. Karena itu, problem sampah sebenarnya bisa jadi adalah problem pribadi. Dimana kita ingin terbebas dari sampah tanpa berpikir bagaimana sampah ini teratasi.

Untuk itu, mari kita bersama-sama merubah cara pandang kita terhadap sampah. Jangan menunggu orang atau pihak lain untuk mengatasinya. Meski pemerintah menargetkan Indonesia akan terkurangi sampahnya sebanyak 30 persen pada tahun 2025 melalui Program Indonesia Bebas Sampah 2025, mari kita mulai dari diri sendiri. Dengan menggunakan kantong plastik tidak sekali pakai untuk belanja, membawa wadah sendiri ketika membeli makanan di pinggir jalan, mengganti sedotan plastik dengan sedotan aluminium, dan seterusnya. Sehingga, apa yang pernah dikhawatirkan mantan menteri Susi Pudjastuti bahwa 2030 jumlah plastik di laut akan lebih banyak daripada ikan tidak akan terjadi. Selain itu, lingkungan menjadi asri dan bersih dari sampah. Mari berhenti menjadi manusia nya(s)mpah!

 

*Robi’ah Machtumah Malayati, Dosen Pengajar Prodi Komunikasi & Penyiaran Islam (KPI) & Pembina UKM Pers Moderat Universitas Hasyim Asy’ari

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES

Follow My

https://api.whatsapp.com/send/?phone=6285717777301

Baca Juga

https://pin.it/62Ympde

Cerpen : Wajah Terakhir

1
Subuh buta. Irul melihat wajah Emak nan kuyu yang dulu ayu. Sekarang, tampak memutih rambut, dan wajah semakin keriput. Ia takut, wajah itu kelak...

UNHASY Gelar Seminar International Bertema Actualizing ‘Rahmatan Lil ’Alamin’

498
ModeratPers - Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) bersama Institut Leimena Jakarta adakan Seminar Internasional dan Call For Paper bertema “Actualizing ‘Rahmatan Lil ’Alamin’ Through Cross-Cultur...

Keprihatinan Kaum Minoritas Yang Tertindas

51
mahasiswa sebagai Agent Of Control seharusnya mampu bertindak secara Pluralisme Indonesia yaitu, Memanusiakan Manusia.

BEM Unhasy Gelar Kajian Islami “Membumikan Pemikiran Aswaja di Era Globalisasi”

120
Moderatpers.com – BEM Universitas Hasyim Asy’ari menggelar kajian keislaman bertajuk Kajian Islam Ahlussunnah wal Jama’ah “Membumikan Pemikiran Aswaja di Era Globalisasi”. Acara yang diselenggarakan...
Pelepasan KKNT 2022 oleh rektor UNHASY

Pelepasan KKNT 2022, Prof. Haris : Jaga Nama Baik Tebuireng

36
Moderatpers.com - Universitas Hasyim Asy'ari (Unhasy) gelar kegiatan pelepasan mahasiswa kuliah kerja nyata tematik (KKNT) tahun akademik 2022/2023 pada Minggu (31/07) di lapangan kampus...