Refleksi Sejarah Nabi Ibrahim Dalam Berkurban, Ketaatan Tanpa Cacat

Moderatpers.com – Pengertian berkurban dalam kalimat Adha menyiratkan penjelasan tentang suatu tradisi yang dilakukan oleh umat muslim untuk mengikuti jejak ketaatan yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim terhadap perintah yang Allah berikan. Dalam ibadah ini, tergambar jelas ketaatan dan bukti rasa syukur yang dipersembahkan seorang ummat terhadap nikmat yang telah Allah limpahkan dalam bentuk penyembelihan hewan tertentu dan membagikannya terhadap sesama.

Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1442 H jatuh pada tanggal 20 Juli 2021. Hal itu diketahui menurut ketetapan pemerintah pada Sidang Isbat Kementrian Agama (10/07). Idul Adha, secara global berasal dari kata Bahasa Arab, Eid dari kalimat عَادَ-يَعِيدُ yang berarti kembali. Sedangkan Al-Adha dari kalimat أَضحى yang berarti berkurban. Jika dua kalimat tersebut digabung, maka keseluruhan maknanya adalah ‘kembali berkurban’.

Disamping melaksanakan ibadah kurban, umat muslim juga melaksanakan salat Eid yang terdiri dari dua raka’at seperti amalan yang dikerjakan pada Eid Al-Fitri. Perbedaannya hanya terletak pada waktu pelaksanaannya di beberapa daerah. Pelaksanaan salat berjamaah pada hari raya Idul Adha dilakukan lebih awal dari pada hari raya Idul Fitri. Hal itu dilakukan untuk menyegerakan salat untuk kemudian melaksanakan kurban. Tentu saja ada dalil yang menganjurkan bahwa Allah memerintahkan umatnya melaksanakan salat, lalu berkurban. Perintah tersebut tertera pada Q.S Al-Kautsar :

….. فَصَلِ لِرَبِّكَ وَانحَرْ ….

“…. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai bentuk ibadah dalam mendekatkan diri pada-Nya)”

Hal tersirat dari redaksi kalimat ‘Kembali berkurban’, seperti yang sudah diuraikan di atas, dimana berkurban pernah dilakukan oleh Nabi Allah Ibrahim, A.S yang mendapat wahyu melalui mimpinya untuk segera menyembelih putra yang baru saja dikaruniai oleh Allah, yakni Isma’il.

Tentang Ismail, (tidak ada keterangan nama yang jelas dalam ayat Al-Quran. Ulama ahli kitab sepakat bahwa putra yang diperintah untuk disembelih adalah Ishaq. Dan pendapat ini dikuatkan dengan kesepakatan beberapa ahli tafsir dikalangan sahabat Umar RA, sayyidina Ali dan pengikutnya. Namun, ada riwayat lain yang juga dibawakan oleh Ibnu Abbas, bahwa putra itu bukan hanya Ishaq, melainkan juga Ismail. Anehnya lagi dikatakan bahwa dua sumber ini sama-sama berasal dari Nabi Muhammad. Meskipun pendapat tentang nabi Ismail lebih lemah, namun ada alasan kuat mengapa ulama yang memilih Ismail sebagai putra yang diperintah untuk di sembelih. Salah satu alasannya adalah kedatangan Ishaq terjadi setelah perintah penyembelihan).

Diwahyukan juga oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai bentuk dari kisah teladan mengenai bagaimana Nabi Ibrahim menyampaikan pesan itu terhadap putranya, terdapat pada surah As-Shaffat ayat 102, yang berbunyi :

قَالَ يبُنَيَّ إِنِّ اَرى فِي المَنَام أَنِّي اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا ترَى قَلَ ياَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤمَرُ, سَتَجِدُنِي اِنْ شَاء اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

(Ibrahim) berkata,”Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” dia (Ismail; beberapa ulama menyebut Ishaq) menjawab, “Wahai Ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepada engkau; dengan izin Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Begitu banyak rintangan yang dialami oleh Nabi Ibrahim selama proses menjalankan perintah. Namun karena ketaatan Ibrahim dan putranya, semua pun bisa dilewati. Sampai dimana Allah kemudian mendatangkan seekor domba dari surga untuk menggantikan putranya. Karena itu, umat Islam mengamalkan hari raya kurban sebagai bentuk peringatan tentang ujian yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim, A.S.

Penulis : Alfi Maghfiroh
Editor : Rokhimatul Inayah
Penerbit : Tim Media UKMP MÖDERAT