ModeratPers – Mungkin kita sudah tidak asing dengan yang namanya AI atau Artificial Intelligence. Ya, kecerdasan buatan yang dicetuskan oleh John McCarthy pada tahun 1956-an ini semakin berkembang hingga sekarang. Salah satunya adalah Chat GPT (Generative Pre-training Transformer). Chat GPT ini termasuk salah satu sistem dari kecerdasan buatan yang cara kerjanya yaitu berinteraksi dengan pengguna. Dikutip dari qontak.com, Chat GPT ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan. Seperti membuat teks orisinal, menerjemahkan bahasa, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang rumit sekalipun yang umumnya dipakai oleh kalangan pelajar.
Dalam dunia pendidikan, terutama sebagai mahasiswa, memperoleh pengetahuan tidak cukup hanya dari tenaga pendidik. Namun pelajar juga diharuskan mencari literatur lain seperti Google scholar misalnya. Melalui Google Scholar pelajar bisa menemukan sumber pengetahuan melalui artikel jurnal dan lain-lain. Google Scholar bisa menjadi media literasi dalam proses pembelajaran karena Google Scholar memberikan akses bagi pelajar dan tenaga pendidik untuk menemukan artikel jurnal, penelitian, tesis, dan lain-lain.
Sebagai pelajar yang memiliki intelektual yang maju dan berkembang, tentunya harus bisa memfiltrasi bagaimana cara yang baik dan benar dalam memperoleh informasi dan pengetahuan. Namun kehadiran Chat GPT cukup mampu mengalihkan atensi pelajar. Kemudahan yang ditawarkan membuat pelajar memilih mencari jalan yang mudah dan instan tanpa memperhatikan kutipan dan referensi.
Pertanyaan yang sulit pun akan terjawab dengan mudanya oleh Chat GPT. Fitur yang menarik menjadikan atensi tersendiri untuk pengalihan daripada mencari literatur dalam media yang lain. Bahkan baru-baru ini ditemui beberapa pelajar yang lebih memilih untuk menggunakan kemudahan Chat GPT daripada mencari literatur. Tidak menutup kemungkinan bahwa pelajar melakukan ‘penyelewengan’ terhadap pekerjaan yang diberikan tenaga pendidik.
Tentu hal ini patut menjadi perhatian tersendiri. Karena secara tidak langsung, peralihan atensi pelajar ke Chat GPT akan menurunkan budaya literasi pelajar. Indonesia yang notabenenya memiliki tingkat literasi yang rendah, akan semakin berada ditingkatan rendah jika pelajar yang digadang-gadang untuk menjadi tonggak penegak bangsa tidak menyadari pentingnya berliterasi. Selain itu, pelajar akan mengalami kemunduran dalam proses berpikir karena kemudahan instan yang ada di dalam Chat GPT. Perkembangan pemikirannya akan terhambat karena tidak digunakan untuk mengolah informasi dan pengetahuan secara tepat.
Yang perlu diperhatikan, bahwasanya Chat GPT juga memiliki keterbatasan. Hasil interaksi dengan Chat GPT tidak sepenuhnya bisa menggantikan fungsi literatur yang luas dan pemahaman yang mendalam. Perlu ditekankan bahwa Chat GPT hanya membantu proses pembelajaran. Sumber pengetahuan dan pemahaman yang valid dan memiliki akurasi hanya akan didapat melalui proses literasi yang tepat.
Literasi bukan hanya bersumber pada media cetak. Di era yang canggih ini sudah tersedia sumber literasi digital seperti situs web, aplikasi, dan platform belajar online yang bisa diakses melalui smartphone, komputer, ataupun laptop. Tentunya hal ini sangat fleksibel dan sangat cocok untuk keadaan sekarang yang serba digital.
Seruan untuk menumbuhkan budaya literasi oleh pemerintah, bahkan di setiap instansi pendidikan di seluruh Indonesia telah dilaksanakan. Pelajar sebagai sasaran utama dalam gerakan literasi dimaksudkan agar nantinya mereka menjadi penerus bangsa yang memiliki wawasan luas dan open minded terhadap keberlangsungan bangsa dimasa mendatang.
Kesadaran untuk berliterasi sangat ditekankan di masa sekarang, apalagi kepada para pelajar. Penting untuk menyadari bahwa sebagai pelajar, harus memiliki pemikiran yang kritis. Membiasakan diri untuk membaca dan memperluas sumber bacaan merupakan langkah kecil yang disarankan.
Berliterasi berati juga meningkatkan kemampuan dalam berpikir. Karena literasi bukan hanya sebatas membaca, literasi memiliki cakupan yang luas. Ketika membaca maka otak manusia akan bekerja. Menyerap makna dari bacaan tersebut dan menginterpretasikan secara mendalam akan mempengaruhi dan mengasah kemampuan berpikir. Jika hal tersebut dilakukan secara berulang dan konstan, maka daya guna otak dan kemampuan berpikir juga akan meningkat dengan baik.
Memang tidak salah jika pelajar memanfaatkan canggihnya teknologi. Namun yang menjadi masalah adalah ketika pelajar menggunakannya secara berlebihan. Maka dari itu gunakanlah teknologi dengan bijak dan sesuaikan dengan kebutuhan. Chat GPT yang memberikan kemudahan instan ini lebih baik dijadikan sebagai ‘referensi figuran’. Kemudahan yang disediakan didalamnya jangan sampai membuat pelajar terbuai. Google Scholar dan media literatur lain yang jelas-jelas memiliki bayak literatur dan juga berakreditasi serta memiliki validasi terhadap informasi dan pengetahuan, akan lebih terpercaya dan dapat mengembangkan pengguna melalui literatur didalamnya
Oleh : Helfi Livia Putri