spot_imgspot_imgspot_img
Minggu, September 8, 2024
spot_imgspot_imgspot_img
BerandaBERITASosok Kiai Asy’ari, Bapak dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari

Sosok Kiai Asy’ari, Bapak dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari

Moderatpers.com – Kiai Asy’ari, begitulah biasanya disebut. Sering kali diperbincangkan, namun tak banyak yang mengetahui betul tentangnya. Namanya popular karena ia merupakan ayahanda dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari – Pendiri Nahdlatul ‘Ulama (NU) dan Pesantren Tebuireng Jombang.

Kiai Asy’ari merupakan putra Abdul Wahid bin Abdul Halim. Ia diperkirakan lahir sekitar tahun 1830-an di sebuah daerah utara Demak, tepatnya Ngroto. Selain dikenal sebagai bapaknya ulama besar, Kiai Asy’ari juga dikenal sebagai pendiri Pondok Keras, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.

Perjalanannya dalam mensyiarkan Islam bermula ketika ia bersama beberapa kerabatnya pergi meninggalkan tanah kelahirannya ke Jombang. Sesampainya di Jombang, ia berguru kepada Kiai Usman, seorang pengasuh sebuah pondok berthariqah Qadiriyah wa Naqsabandi di Gedang, Tambak Beras. Sementara itu, Mbah Satari – teman perjalanannya memilih untuk bertempat di Keras.

Selama menimba ilmu di Gedang, Kiai Asy’ari dinilai sebagai pribadi yang saleh. Melihat hal itu, Kiai Usman lantas menikahkannya kepada salah satu putrinya, yaitu Halimah. Dari pernikahan itu, Kiai Asy’ari dan Nyai Winih – julukan Halimah, dikaruniai 11 anak.

Putri pertamanya bernama Nafiah, namun meninggal ketika masih kecil. Putra keduanya adalah KH Saleh, yang nanti anak turunnya meneruskan perjuangan Pondok Keras. Selanjutnya, Muhammad Hasyim yang hingga kini dikenal dengan nama Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Putra putri lainnya yaitu Rodliah; Hasan; Anis; Fathonah; Maimunah; Ma’shum; Nahrowi; dan Adnan.

Baca Juga : Perjalanan KH. Ainul Yaqin dalam Mensyiarkan Al-Qur’an

Singkat cerita, pada tahun 1876 M, Mbah Satari diminta oleh pejabat desa untuk menetralisir Desa Keras dari hal-hal gaib, khususnya bagian barat yang memang dikenal angker. Selain itu, ia juga diminta untuk membantu masyarakat sekitar belajar terkait keilmuan agama.

Mbah Satari pun meminta bantuan Kiai Asy’ari. Kemudian, atas izin Kiai Usman, berangkatlah Kiai Asy’ari memboyong serta keluarga kecilnya dari Gedang ke Keras guna membantu kerabatnya itu.

Setibanya di Keras, Kiai Asy’ari mendirikan sebuah pesantren yang kini dikenal dengan nama Pesantren Al-Asy’ari. Di pesantren inilah, ia mulai membimbing dan mengembangkan masyarakat, terutama masalah keagamaan (bidang amaliyah dan ubudiyah). Selain menjadi guru, ia juga dikenal sebagai orang yang ramah dan pandai bersosialisasi.

“Mbah Asy’ari itu orang yang sangat senang bergaul dengan masyarakat. Buktinya menantu-menantu beliau juga orang-orang sekitaran sini,” terang Moch. Nafik, salah seorang guru di Keras yang juga keturunan Kiai Asy’ari dari jalur Mbah Saleh, Rabu, 09 Maret 2022.

Ada satu cerita menarik semasa ia mengasuh Pondok Keras. Ketika pukul 2 dini hari, ia kerap membaca wirid berupa bacaan akhir surah Al-Baqarah, sembari menimba air ke kamar mandi pondok. Hal ini pula yang membuat masyarakat mengakui bahwa ia merupakan ulama yang saleh dalam amaliyah ubudiyahnya.

“Beliau itu punya kebiasaan istiqomah. Kalau jam 2 malam menimba air untuk wudu dan mandi para santri dengan membaca surah Al-Baqarah ayat terakhir sebagai wirid,” kata Nafik.

Baca Juga : Sejarah Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng

Tidak ada catatan ataupun cerita yang menggambarkan spesialisasi keahlian bidang ilmu apa yang dimiliki. Namun, masyarakat sekitar percaya bahwa Kiai Asy’ari sebenarnya condong pada keilmuan Al-Qur’an. Hal ini dilihat dari banyak dan seringnya para santri dari beberapa pondok di Jombang, yang setelah menyelesaikan hafalan Qura’nnya melakukan tabaruq di maqom Mbah Asy’ari.

“Saya itu heran, anak-anak MQ itu kalau sudah khatam ziadah setorannya atau tasmi’ hafalan 30 juznya, tabarukannya ya ke maqbarah. Apalagi santri-santri zaman dulu, itu pasti kesini, kayak wajib gitu,” ujar Nafik.

Setelah wafat, Kiai Asy’ari dimakamkan di lingkungan Pesantren yang ia dirikan. Hingga kini, pesantren Al-Asy’ari telah mengalami beberapa renovasi. Pesantren itu menjadi salah satu peninggalannya yang masih ada. Dalam pondok itu juga masih terdapat sumur yang dulu sering ia timba airnya untuk mandi para santri.

 

Pewarta : Lulu Ilmaknun

Editor : Rokhimatul Inayah

326 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES

Follow My

https://api.whatsapp.com/send/?phone=6285717777301

Baca Juga

Peringatan Isra’ Mi’raj 27 Rajab 1422 H

8
Möderatpers.com– Bulan Rajab adalah bulan yang mulia, terlebih pada tanggal 27. Pada tanggal 27 Rajab sebelum Hijriyah atau tahun ke-10 kenabian, diperkirakan antara tahun...

Ririn Wahyuni, Mahasiswi Yudisium Terbaik Fakultas Ekonomi, Peraih IPK Nyaris Sempurna!

122
Moderatpers.com - Sama seperti fakultas lainnya, Fakultas Ekonomi Universitas Hasyim Asy’ari (FE Unhasy) telah menggelar acara yudisium. Pasti kita tidak asing lagi bukan mendengar...

Lembaga Bahasa Unhasy Adakan Webinar Nasional Dengan Tema “Meningkatkan Kritis Dan Analitis Mahasiswa”

114
Möderatpers.com- Minggu, (06/06) Lembaga bahasa Universitas Hasyim Asy’ari menyelenggarakan acara webinar nasional dengan tema “Meningkatkan Kritis Dan Analitis Mahasiswa” dengan inti pembahasan tentang...

NYANTRI SEKALIGUS AKTIVIS DI DUNIA AKADEMIK

19
MINHA.NEWS- Nazhatuz Zamani, kelahiran 2 September 1997 telah berhasil menamatkan study nya sebagai mahasiswa, hari ini, Sabtu di Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang. Santri...

Bebek dan Seekor Kebahagiaan

3
  Karya: Atiqhaq Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hamparan sawah yang hijau, hiduplah seorang petani bernama Ahmad. Ahmad adalah seorang pria yang cerdas, dan...