spot_imgspot_imgspot_img
Sabtu, September 7, 2024
spot_imgspot_imgspot_img
BerandaUNEK-UNEKArtikelMelawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part III)

Melawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part III)

Melawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part II)

Moderatpers.com – Tak ada habisnya jika berbicara soal pelanggaran HAM yang terjadi di negara tercinta Indonesia. September salah satu bulan kelam dalam sejarah kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini. Setelah kemarin membahas soal Pembunuhan Munir Said Thalib, Tragedi Tanjung Priok, Pembunuhan Pendeta Yeremia, dan Tragedi Semanggi II, kini pembahasan selanjutnya ialah soal Reformasi di korupsi, Wafatnya Salim Kancil, dan Peristiwa G30S/PKI.

 

 

  1. Reformasi Dikorupsi

Aksi nasional tuntaskan Reformasi yang katanya “dikorupsi” dimulai sejak 23 September 2019 di berbagai kota besar di Indonesia. Antara lain, Malang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Medan, Semarang, Bandung, Denpasar, Kendari, Tarakan, Samarinda, Banda Aceh, Palu dan Jakarta, berakhir dengan aksi brutal dan represif dari aparat dengan menembakkan gas air mata, meriam air, bahkan peluru karet. Di Jakarta sendiri, ditemukan selongsong-selongsong gas air mata kadaluarsa. Tak hanya itu, para demonstran diburu hingga ke dalam rumah makan, stasiun, dan rumah ibadah.

 

Aksi nasional dengan 7 desakan yang mempersatukan berbagai macam elemen mulai dari mahasiswa, buruh, tani, nelayan, dan pelajar dilawan dengan aksi brutal dan kekerasan oleh aparat keamanan dengan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau berlebihan (unnecessary or excessive use of force). Dampak dari kebrutalan tersebut menjadikan 5 orang masa aksi meinggal dunia, diantaranya Immawan Randi dan Yusuf  Kardawi, mahasiswa Universitas Halu Oleo; pemuda asal Tanah Abang, Maulana Suryadi; serta dua pelajar, Akbar Alamsyah dan Bagus Putra Mahendra.

 

Akar masalah dari berbagai unjuk rasa ini adalah diterbitkannya berbagai undang-undang/maupun rancangan Undang-Undang kontroversial yang bermasalah oleh Pemerintah dan DPR. Ketika masyarakat sebagai pemilik kedaulatan menunjukkan ketidaksetujuannya secara terbuka justru dibalas oleh negara melalui aparat penegak hukumnya dengan tidakan yang brutal agar perlawanan warga padam, sehingga negara dapat dengan leluasa mengeluarkan aturan dan kebijakan yang bertentangan dengan nalar publik tersebut.

 

 

  1. Kasus Salim Kancil Dibunuh

Kasus Salim Kancil di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menjadi perhatian publik pada 26 September 2015 silam. Karena kasus ini sebagai konflik penambangan pasir yang menyebabkan telah tewasnya aktivis lingkungan, Salim Kancil dan mencederai Tosan. Bahkan, pembunuhan maupun penganiayaan yang dilakukan para pro tambang ini dilakukan secara keji. Korban aktivis lingkungan Salim Kancil dianiaya di Kantor Pemerintah Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang. Bahkan, dengan cara sangat sadis, hingga akhirnya korban meninggal dengan cara yang sangat tragis.

 

Penyebab peristiwa tewasnya Salim Kancil, bermula dari konflik tambang pasir yang berada di Desa Selok Awar-Awar ini. Warga  pro tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak yang dibekingi Kepala Desa Haryono, melakukan penambangan secara membabi buta. Mereka melakukan penambangan tanpa mengindahkan aspek lingkunganya.

 

Akibat penambangan ini, banyak tumpukan pasir yang menjadi tempat penahan ombak hingga habis. Bahkan, air laut kerap masuk ke persawahan warga sekitar. Sehingga, banyak lahan pertanian warga tidak bisa lagi difungsikan, karena air laut telah masuk ke sawah mereka. Belum lagi, dari aspek infrastruktur, kerusakan jalan-jalan di desa tersebut bahkan menjadi rusak. Akibat lalu lalang kendaraan bermuatan pasir tersebut. Bahkan tidak jarang, akibat kerusakan jalan ini warga pengguna jalan terjatuh dan dilindas truk pasir tersebut.

 

Akibat penambangan yang mengindahkan aspek lingkungan ini, warga anti tambang yang dimotori Salim Kancil dan Tosan ini melakukan perlawanan. Mereka melakukan aksi-aksi demo melawan penambangan tersebut. Bahkan mereka kerap melakukan penghadangan-penghadangan pada kendaran yang melintas di jalan-jalan desa tersebut.  Karena hal itu, para penambang menjadi terusik dengan perlawanan warga, sehingga berujung pada kejadian berdarah dan terbunuhnya aktivis lingkungan, Salim Kancil dan terlukanya Tosan.

 

Ketika peristiwa terbunuhnya Salim Kancil ini menjadi sorotan media, baik media lokal maupun berskala nasional. Bahkan, menariknya kasus konflik tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang ini, juga disadur dari media-media Internasional.

 

 

  1. Peristiwa 30 September 1965 (G 30S/PKI)

Pada tanggal 30 September 1965 silam, terjadi pembunuhan terhadap beberapa jenderal di Indonesia. Dalang di balik peristiwa ini sampai sekarang masih banyak terjadi ketidaksepakatan di antara para ahli. Pemerintah Indonesia pada waktu itu menuduh PKI sebagai pihak yang bertanggung jawab, akibatnya ideologi komunis dilarang hidup di Indonesia. Sejak dikeluarkan keputusan ini maka para pengikut atau pendukung bahkan mereka yang tidak tahu apa-apa tentang PKI bukan hanya mengalami nasib buruk tetapi mereka menanggung penganiayaan yang betul-betul tidak berperikemanusiaan oleh sesama bangsanya sendiri.

 

PKI adalah paham atau ideologi yang menyebarkan ajaran ateisme. Untuk membendung bahaya laten dari infiltrasi ideologi PKI di tengah masyarakat pemerintah Orde Baru melalui Angkatan Darat, mengharuskan setiap rakyat Indonesia wajib memeluk atau menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah.

 

Salah satu petinggi PKI Sjam Kamaruzzaman bekerjasama dengan komandan Resimen Cakrabirawa (pasukan pengaman presiden), Letkol Untung Syamsuri untuk menggagalkan rencana kudeta tersebut dengan cara menculik perwira tinggi yang diduga tergabung dalam Dewan Jendral. Para jenderal tersebut kemudian diculik, disiksa, dan dipaksa oleh oleh anggota-anggota PKI dan organisasi-organisasi bawahannya seperti Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat) menandatangani surat pernyataan (sebelum akhirnya dibunuh) yang menyatakan bahwa mereka adalah anggota Dewan Jenderal.

 

Keesokan harinya setelah aksi pembunuhan tersebut, Letkol Untung dengan di bawah pengawalan pasukan tidak dikenal mengumumkan lewat Radio RRI bahwa dini hari itu dia melakukan “pengamanan” terhadap Presiden dari para jendral yang akan melakukan kudeta. Kejadian penculikan ini kemudian diketahui Mayjend Soeharto, yang waktu itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).

 

Esoknya, Soeharto langsung menggerakan pasukannya untuk mencari para Jendral yang hilang dan mengusir pasukan-pasukan tidak dikenal tersebut. Sampai pada tanggal 1 Oktober siang hari, Soeharto berhasil ngambil alih RRI dari tangan pasukan yang menurutnya disusupi PKI, dan mengumumkan bahwa terjadi penculikan jenderal-jenderal yang diduga digagas oleh PKI.

 

Beberapa hari setelah itu, muncul berita-berita di media cetak asuhan TNI seperti Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha yang intinya mengatakan bahwa dalang penculikan terhadap jendral-jendral itu adalah PKI, termasuk  berita bahwa jendral-jendral itu mengalami penyiksaan terlebih dahulu hingga akhirnya dibunuh.

 

Pada 4 Oktober 1965, kemudian para perwira tersebut baru ditemukan di sumur tua dengan kedalaman kurang lebih 12 meter oleh satuan Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat (RPKAD) di Kawasan hutan karet Lubang Buaya. Tujuh pahlawan revolusi tersebut adalah Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D.I Panjaitan, Brigejen Sutoyo Siswomiharjo, dan Lettu Piarre Andreas Tendean.

 

Ketujuh pelanggaran HAM yang telah dipaparkan oleh redaksi UKMP Moderat pada September Penuh Darah Part I, II, dan III hanyalah beberapa diantara banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia terkhusus pada bulan September. Dengan terus bertambahnya pelanggaran ini, seharusnya dapat menyadarkan pemerintah, masyarakat, dan  generasi penerus bangsa ini untuk semakin belajar soal hak-hak humanity agar dapat meminimalisir bahkan menghilangkan pelanggaran HAM untuk kelangsungan hidup sesuai dengan UU dan Pancasila yang menjadi dasar negara.

 

 

Penulis : Lilik Faizah

Editor : Rokhimatul Inayah

Avatar photo
Lilik Faizah
Mahasiswa PBSI Unhasy dan Aktif di UKMP Moderat Unhasy

74 KOMENTAR

  1. Hi, i read your blog from time to time and i own a similar one and i was just curious if you get a lot of spam remarks? If so how do you prevent it, any plugin or anything you can suggest? I get so much lately it’s driving me mad so any support is very much appreciated.

  2. I love your blog.. very nice colors & theme. Did you create this website yourself? Plz reply back as I’m looking to create my own blog and would like to know wheere u got this from. thanks

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES

Follow My

https://api.whatsapp.com/send/?phone=6285717777301

Baca Juga

Unhasy dan UiTM Malaysia Gelar Webinar Internasional Bertajuk Kewirausahaan

59
Möderatpers.com – Rabu, (30/06), Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari (BEM-U) berkolaborasi dengan Majelis Perwakilan Pelajar Universiti Teknologi Mara Syah Alam (UiTM) Malaysia menyelenggarakan...

Rating Konten Dakwah Media Sosial Instagram

5
Perkembangan teknologi informasi seperti salah satunya instagram menjadi sorotan publik di media massa, maupun kalangan pemerintah dan masyarakat sekitar. Pastinya, seluruh kalangan sudah mengenali...

OPEN RECRUITMEN

71
SALAM PERS MAHASISWA!✊🏻✊🏻 Haii… kalian Mahasiswa/i Universitas Hasyim Asy'ari Jombang yang berminat menambah wawasan dan pengalaman berorganisasi. Kami menyediakan wadah bagi kamu yang memiliki potensi,...

FIP Unhasy Gelar Webinar Nasional Dengan Tema ‘Kepemimpinan Dalam Pendidikan’

68
Möderatpers.com– Rabu, (30/06), Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Hasyim Asy’ari (FIP Unhasy) menyelenggarakan webinar nasional dengan tema “Kepemimpinan Dalam Pendidikan”. Acara tersebut dimulai pada pagi...

Beri Ruang Aspirasi Mahasiswa, DPM FAI UNHASY Gelar Talk Show Anti Dungu

3
Dalam rangka memberi ruang menyampaikan aspirasi mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Agama Islam (DPM FAI) Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) gelar Talk Show Anti Dungu...