spot_imgspot_imgspot_img
Sabtu, September 7, 2024
spot_imgspot_imgspot_img
BerandaUNEK-UNEKArtikelMelawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part II)

Melawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part II)

Melawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part I)

Moderatpers.com – Masih berkelut dengan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di bulan September masa lalu, rasanya tak ada hentinya untuk dibahas satu per satu. Namun, melanjutkan tulisan yang kemarin, pada poin ketiga dari peristiwa pembunuhan Munir dan peristiwa Tanjung Priok, maka kali ini, redaksi UKMP Moderat membahas persoalan pembunuhan pendeta Yeremia, dan Tragedi Semanggi II.

 

 

  1. Pembunuhan Pendeta Yeremia

Pada Sabtu, 19 September 2020 lalu, sekitar pukul 17.20 WIT, Pendeta Yeremia Zanambani, tertembak di Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Hanya itu yang disepakati pihak TNI dan kelompok saparatis bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Selebihnya adalah klaim yang dilansir masing-masing pihak. Masing-masing lepas tangan atas penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa Pendeta Yeremia tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi kemudian jadi kabur.

 

Dikutip dari Republika.co.id, pihaknya menghubungi Yones Douw seorang aktivis yang mengumpulkan jejak peristiwa tersebut. Yang ia sampaikan lebih terperinci, sekaligus menampilkan wajah konflik yang selama ini luput dari sorotan pusat.

 

Yeremia, menurut Yones, adalah seorang pria berusia 68 tahun dan sudah berkeluarga. Ia memangku sejumlah jabatan di kampungnya. Antara lain pendeta Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), wakil ketua Klasis Hitadipa, kepala Sekolah Theologia Atas ( STA ) Hitadipa, dan penterjemah Alkitab bahasa Moni di Hitadipa. Moni adalah suku asal Yeremia.

 

Yang menimpa Yeremia, kata Yones, berawal pada 14 September lalu, pukul 11.00 WIT. Kala itu, TPNPB di bawah komando Karel Tipagau melalukan penyerangan di Kampung Mamba, Distrik Sugapa. Pengojek dan anggota TNI terbunuh dalam penyerangan itu, sementara lainnya mengalami luka-luka dan di evakuasi di Timika.

 

Pada 17 Sepetember 2020 pukul 10.30 WIT,  pasukan yang dipimpin Karel Tipagau kembali membacok sampai mati seorang  pengojek. Pihak TPNPB mengklaim pengojek tersebut merupakan informan TNI-Polri Bilogai Kumbalagupa, Distrik Sugapa.

 

Atas serangan beruntun itu, pada 18 Sepetember 2020  pukul 6.00 WIT, TNI beberapa kali menerjunkan pasukan dengan dua helikopter di Hitadipa dan Sugapa melalui Bandara  Enarotali Papua.

 

Kemudian, pada 19 September 2020, pukul 13.17 WIT, bertempat Hitadipa terjadi Kontak tembak antara Satgas BKO Apter Koramil Persiapan Hitadipa dengan TPNPB. Pratu Dwi Akbar Utomo (Yonif 711/RKS/Brigif 22/OTA, DAM XIII/MDK) dan senjatanya di bawah lari TPNPB. Sejumlah pasukan juga terluka dan dievakuasi ke Nabire .

 

Selepas itu, menurut Yones, pada 15.20 WIT, pihak TNI POLRI menghimbau kepada kepada  TPNPB dan masyarakat asli papua di Hitadipa dan Homeo segera mengembalikan dua pucuk senjata yang di rampas dengan ancaman operasi Penyisiran.

 

Korban penembakan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) ditandu menaiki pesawat saat evakuasi di Intan Jaya, Papua, Senin (14/9/2020). Dua tukang ojek ditembak oleh KKB di Sugapa, Kabupaten Intan Jaya dan saat ini telah dibawa ke Timika untuk menjalani perawatan.

 

Pada waktu-waktu itu, sekitar pukul 17.20 WIT, menurut Yones, Pendeta Yeremia Zanambani bersama istrinya  pergi ke peternakan babi tak jauh dari kediaman mereka untuk memberi makan. “Setelah itu istrinya mengajak  Pendeta Yeremia untuk pulang ke rumah. Namun, Pendeta Yeremia mengatakan saya  masih menunggu babi  ini selesai makan dulu.  Pendeta bilang sama istrinya ‘Mama  pulang dulu’, sehingga istrinya mulai pulang ke rumah duluan,” tutur Yones kepada Republika.co.id, Senin (21/9/2020).

 

Sewaktu berjalan pulang, sang istri sempat bersirobok dengan sejumlah prajurit TNI menuju lokasi suaminya. Pendeta Yeremia tak pernah kembali ke rumahnya setelah itu. Keesokan harinya, pada 20 September 2020, pukul 7.30 WIT, keluarga yang kebingungan karena Yeremia tak kunjung pulang menyusul ke kandang. “ Keluarga korban mendapatinya dalam kondisi tidak bernyawa dan berlumuran darah. Setelah itu keluarga korban bawa mayatnya ke Hitadipa untuk di makamkan jenazahnya,” ujar Yones. Warga melaporkan ada luka tikam dan bekas tembakan di tubuh Yeremia.

 

Akibat kejadian tersebut, warga di Distrik Hitadipa saat ini hidup dalam ketakutan. “Selesai pemakaman Pendeta Yerimia, para mama-mama dan masyarakat yang sisa akan mengungsi ke Sugapa. Sebagaian besar masyarakat sudah mengungsing di daerah-daerah yang sekitarnya yang di anggap aman,” kata Yones.

 

Ia menurutkan, ada kesaksian dari warga setempat bahwa Pendeta Yeremia sempat ditemui pasukan TNI sebelum ditemukan meninggal pagi harinya. “TNI melihat pendeta lagi tunggu babi lagi makan, TNI  tidak tanya-tanya langsung ditikam dengan alat tajam. Sesudah itu Pendeta Yeremia ditembak,” kata Yones.

 

Menurutnya, warga juga mengklaim bahwa Pendeta Yeremia sama sekali tak terkait dengan penyerangan yang dilakukan separatis bersenjata. “Dia bukan pengacau, bukan juga pembunuh TNI  dan bukan mengambil senjata milik TNI,” ujar Ketua Departemen Keadilan dan Perdamaian Gereja Kingmi tersebut.

 

Sebelumnya, Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kapen Kogabwilhan) III, Kol Czi IGN Suriastawa, mengatakan, Pendeta Yeremia meninggal dunia karena serangan yang dilakukan oleh kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). “Kejadian ini menambah daftar panjang korban keganasan KKSB Papua yang sedang mencari perhatian menjelang Sidang Umum PBB tanggal 22-29 September mendatang,” ujar Suriastawa dalam keterangan pers, Senin (21/9).

 

Karena itu, rangkaian kejadian beberapa waktu terakhir ia sebut sebagai rekayasa yang dilakukan KKSB untuk kemudian diputarbalikkan bahwa TNI menembak pendeta. “Harapan mereka, kejadian ini jadi bahan di Sidang Umum PBB. Saya tegaskan, bahwa ini semua fitnah keji dari KKSB,” tutur dia.

 

Komadan  Operasi umum Militer TPNPB se Tanah Papua Mayor Jenderal Lekagak Telenggen sebelumnya memang menuding TNI melakukan pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia. Tak hanya itu, pembunuhan, menurutnya dilakukan di depan “puluhan warga”. Klaim itu tak benar, merujuk penelusuran Yones Douw.

 

Apapun yang sebenarnya terjadi, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom, menyatakan mengecam keras penembakan yang menewaskan Pendeta Yeremia. Menurut Gomar, Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI tengah mendalami kejadian tersebut.

 

“Berdasarkan laporan dari pimpinan GKII serta media Papua, diduga ditembak oleh pasukan TNI dalam suatu operasi militer, Sabtu (19/9) saat beliau hendak ke kandang babinya,” ujar Gomar saat dikonfirmasi, Senin (21/9).

 

Sementara itu, dia juga mendapat informasi dari media massa yang memberitakan hal itu adalah ulah KKSB. Kejadian itu, kata dia, selain menyebabkan duka mendalam, juga membuat tujuh hingga delapan jemaat lokal kini kosong karena semua ketakutan dan lari ke hutan.

 

Ia menuntut Presiden Joko Widodo memerintahkan kapolri mengusut kasus ini sampai tuntas dan membawanya ke ranah hukum. “Satu nyawa orang Papua pun sangat berharga seturut dengan amanat konstitusi RI, terlebih di hadapan Tuhan,” ungkap Gomar.

 

 

  1. Peristiwa 24 September 1999, Terjadinya Tragedi Semanggi Jilid II

Jika kita menilik sejarah, pada 24 September 1999 silam. Untuk yang kesekian kalinya, tentara melakukan tindak kekerasan kepada mahasiswa dalam menghentikan penolakan sikap mahasiswa terhadap pemerintahan.

 

Lokasi penembakan mahasiswa pun di tempat yang sangat strategis yang dapat dipantau oleh banyak orang awam yaitu di bawah jembatan Semanggi, depan kampus Universitas Atma Jaya Jakarta, dekat pusat sentra bisnis nasional maupun internasional.

 

Kala itu, adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan dan mahasiswa sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer.

 

Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB, karena ini menentang tuntutan mereka untuk menghilangkan dwifungsi ABRI/TNI. Karena hanya dengan berdemonstrasi, mereka yang mau mensahkan Undang-Undang tersebut baru berfikir, sebab tampaknya mereka sudah tak punya hati nurani lagi dan entah bagaimana membuat mereka peduli dengan bangsanya dari pada peduli terhadap perut buncit mereka itu yang duduk di kursi parlemen menggunakan logo Pancasila dengan bangganya di jas mereka.

 

Malang nasib mahasiswa yang selalu harus berkorban, kali ini dua nyawa melayang, termasuk mahasiswa Universitas Indonesia harus kehilangan seorang pejuang demokrasi mereka, Yun Hap. Sungguh pedih bagi mereka yang terus mengikuti perjuangan mahasiswa karena ketika setiap kali mereka berjuang mereka harus mengorbankan jiwa mereka demi tegaknya demokrasi di Indonesia.

 

Nantikan kelanjutan sejarah “September Penuh Darah” pada artikel selanjutnya yang akan dimuat oleh UKMP Moderat pada website yang sama di Moderatpers.com. Mari, menjadi bangsa yang kompeten dengan tidak melupakan sejarah bangsanya, serta memahami dan terus berfikir kritis untuk Indonesia yang lebih baik.

Dikutip dari berbagai sumber

 

 

Penulis : Lilik Faizah

Editor : Rokhimatul Inayah

 

Melawan Lupa! Tragedi September Penuh Darah (Part III)

 

 

Avatar photo
Lilik Faizah
Mahasiswa PBSI Unhasy dan Aktif di UKMP Moderat Unhasy

3 KOMENTAR

  1. A lot of thanks for all your valuable labor on this blog. My mom loves managing investigation and it is obvious why. Most people notice all of the lively ways you deliver functional guidelines through your web site and in addition improve participation from other people on this matter while my simple princess is undoubtedly being taught a whole lot. Take pleasure in the rest of the year. You’re conducting a brilliant job.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES

Follow My

https://api.whatsapp.com/send/?phone=6285717777301

Baca Juga

Sebagai Rangkaian Kegiatan Diklat, HMP EKIS Adakan Workshop Pelatihan Makalah

Sebagai Rangkaian Kegiatan Diklat, HMP EKIS Adakan Workshop Pelatihan Makalah

42
Moderatpers.com – Sebagai rangkaian kegiatan diklat, Himpunan Mahasiswa Prodi Ekonomi Islam (HMP EKIS) adakan Workshop “Pelatihan Makalah”. Workshop yang diadakan khusus untuk mahasiswa baru EKIS...

Membedah Ideologi Bangsa Melalui Nobar Film The EndGame

0
Möderatpers.com- Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Dewan Kota Kediri (PPMI DK Kediri) dan Ikatan Badan Eksekutif Mahasiswa se Jombang (IKABEMJO) menggelar nonton bareng (Nobar)...

Jumat puisi #2

0
Pada Kata ManiskuKarya : Olivia Calista Aku tahu hidup yang sebenarnya adalah bosanSaling menjunjung kejemawaanMencari-cari kefanaanYang tidak aku tahu, aku telah menyatu pada keduniaanPada kata...

Kunjungan UiTM Malaysia Ke UNHASY, Bahas Kerja Sama Hingga Pertunjukan Pertukaran Budaya

4
ModeratPers - Universiti Teknologi Mara (UiTM) Rembau Cawangan Negeri Sembilan Malaysia, melakukan kunjungan ke Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) Tebuireng, Jombang. Dalam kunjungannya, kedua kampus...
Kronologi Sejarah Hari Pahlawan 10

Kronologi Sejarah Hari Pahlawan 10 November

0
Moderatpers.com - Setiap tanggal 10 November, rakyat Indonesia selalu merayakan hari pahlawan. Hari Pahlawan ditetapkan untuk memperingati perjuangan para pahlawan yang gugur dalam pertempuran...