Moderatpers.com- Sembahyang puisi mahasiswa Pbsi Unhasy 11 April pukul 13.00 di ruang 2.09 kampus B Unhasy merupakan upaya-upaya kecil yang dilakukan mahasiswa PBSI setelah gragapan (terbangun mendadak dari tidur), untuk melakukan perjalanan sunyi di malam hari, Bahwa riuh rendah kegelapan sabung perpolitikan yang sedang terjadi baik pusat dan regional maupun Politisasi pawiyatan yang sudah memasuki wilayah tempat tidur gladak mahasiswa PBSI, hanyalah wujud nyata dari wabah pageblug bumi amarta yang sedang terjadi. Sebuah pageblug yang pernah diceritakan oleh Ki Sigid Ariyanto (Solo) saat mementaskan lakon petruk kembar. Dimana para politisi, rakyat dan semua elemen negara amarta sedang dilanda penyakit yang kronis substansional, tetapi badannya sangat sehat, penyakit yang diawali dari hiperpopulasinya nyamuk-nyamuk di negara amarta raya, yang menyebabkan manusia amarta getol untuk ngukur gatel saling menyebar ujaran kebencian, berkompetisi dalam kegagahan kokok ujaran untuk mendapatkan simpati rakyat yang sedang batuk tersedak-sedak oleh munculnya asap dajjal yang memekikkan paru-paru persatuan Indonesia.
Jalan sunyi merupakan sebuah jawaban tegas dengan segala konsekwensi di depannya, untuk membangun jurang-jurang khondaq, meneguhkan khalwat (isra’) mahasiswa PBSI ditengah silang-sengkarut kahanan untuk tetap patrap dan tetap menjadi diri sendiri. melalui kandungan kedalaman diksi-diksi puisi yang seimbang antara akal dan hati (al-misbahu fii sujajah) mahasiswa pbsi di tengah hiruk pikuk tahun politik, mencoba untuk menciptakan hening yang memampukan diri untuk berdialog dengan diri sendiri, mencoba mendengarkan sunyi realitas dalam dunia puisi untuk memahami hakikat kemauanNya, menemukan alur scenario pepeteng kolobendu yang sedang terjadi.
Bahwa perlawanan, atau pemberontakan untuk mengatasi politisasi pawiyatan yang melukai tempat tidur mahasiswa bisa saja dilakukan, tetapi hanya bersifat lebih besar pasak daripada tiang dan menimbulkan benang basah. Untuk itu nenepi adalah upaya-upaya kecil untuk mencoba lelaku mesu diri, berjalan membelakangi permasalahan, menghindarkan paru-paru idealisme diri dari asap dajjal, untuk terus menerus secara mandiri membangun gua-gua kahfi dalam diri sendiri melalui belajar memahami dan merasakan esensial sebuah karya sastra puisi secara aktif dan kontemplatif, kehidupan puisi merupakan sebuah upaya memacu pikiran dan meng-evolusikan hati dalam gerak melingkar thawwaf untuk tetap setia kepada yang satu dan tidak me-Muhammadkan yang bukan Muhammad. Sembahyang Puisi merupakan perjalanan bersemayam menuju maqamat yang mereka tak mampu menjamahnya, tak tertipu oleh ke-elokan kebunyaa, tak terbatuk oleh asapnya sebab puisi mengendarai sungainya (tajri min tahtihal anharu kholidina fiha abada) . Bergerak dalam diam diam dalam bergerak sampai samar-samar terlihat Tuhan disetiap sekon perjuangan.
Acara yang juga dihadiri oleh kawan-kawan Teater Mbureng ditutup oleh pembacaan wirid wabal dan do’a yang dibacakan Ahmad Asif Barkhoya. (Dandy)